Minggu, 24 April 2011

Untitled #5

(sebelumnya bisa diliat di http://historylifeofoxygen.blogspot.com/2011/04/untitled-4.html )



                Tanpa terasa aku menangis sampai tertidur. Aku terbangun karena Mbah Suro mengetuk pintu kamarku.
                “Nduk.. Nduk.. Bangun tho, udah sore nduk, pamali anak gadis jam segini belum bangun, ojo sare wae nduk!”
                Aku terjaga, segera kubalas omongan Mbah, “Iya Mbah sebentar aku mau mandi dulu Mbah!”
                “Iyo ntar kita makan sama-sama yo Nduk!”
                Aku diam. Kudengar langkah kaki menjauhi kamar. Kuambil handuk yang menggantung di atas pintu. Di dalam kamar mandi aku melihat pantulan wajahku yang kusut, mataku sembab, bekas air mata masih terlihat di pipiku.
                Aku menghela napas panjang dan mulai mengucurkan air panas dari keran. Kubiarkan sensasi air panas menjalari seluruh otot tubuhku yang tegang. Dan kubiarkan pula air mata mengalir bersama air panas di wajahku.
               
                Selesai mandi dan berbenah diri, aku langsung menuruti perintah Mbah. Aku pergi ke ruang makan, di sana sudah ada Mbah Suro dan Mbah Asih beserta Yudhistira. Mbah Asih adalah nenekku, sedangkan Yudhistira adalah sepupuku yang sedang sekolah di Jogja dan diurus oleh Mbah Suro dan Mbah Alit.
                “Non Alit, lama tidak ketemu.” Sapa Yudhistira padaku.
                “Yud, jangan panggil aku Non lah, aku kan bukan majikanmu, kita kan sepupuan, lagipula aku hanya 3 hari lebih tua darimu.” Yudhistira memang mempunyai kebiasaan memanggilku Non karena waktu kecil kami sering main rumah-rumahan dan aku selalu saja menjadi majikan Yudhis. Dan Alit adalah panggilanku di kalangan keluarga ayahku, yang mana adalah Jawa asli. Aku dipanggil Alit karena tubuhku kecil dan aku anak bungsu.
                “Aku kebiasaan, kau tahu sendiri. Bagaimana kuliahmu, Alit?” kali ini dia tersenyum dan tidak memanggilku Non.
                Aku tertawa, “Hilangkanlah kebiasaan itu Yud. Aku sedang cuti kuliah, lama-lama jenuh juga. Mungkin aku butuh sedikit penyegaran.” Seruku sambil menyendok nasi dan lauk pauk. Kulihat Yudhis, dia sedang melakukan hal yang sama. Dalam hati aku berbicara sendiri, sebenarnya itu hanyalah alasan belaka,  Yud. Aku cuti karena ingin mencari kakakku.
                “Dasar orang barat, bagaimana di London?”
                “Yudhis, Alit, jangan berbicara sambil makan, tersedak nanti.” Mbah Asih mengingatkanku.
                Aku hanya tersenyum malu, kulihat Yudhis juga jengah ditegur Mbah Asih. Akhirnya kami memutuskan makan dalam diam.
               

                Selesai makan aku kembali ke kamarku. Baru saja aku akan merebahkan tubuhku di kasur, ada suara ketukan di pintu kamar.
                “Alit?”
                Suara Yudhis. Mau apa dia ke sini? Aku membuka pintu kamarku sedikit.
                “Ya?”
                “Belum tidur?”
                “Belum. Ada apa?”
                “Jalan-jalan yuk?”
                “Malam-malam gini? Kemana?”
                “Ke Malioboro.”
                “Mbah ngga akan marah?”
                “No, I promise. Ayo ganti baju.”
                “Oke, sebentar.”
                “Aku tunggu di teras.”
                Aku menutup pintu kamar, bergegas ganti baju dan sedikit berdandan. Kusambar jaketku di atas kursi. Segera aku ke teras dan kutemukan Yudhistira sedang duduk di sebuah bangku panjang.
                “Yudhis?”
                Ia terkejut, dan segera melihat ke arahku. “Sudah siap?”
                “Sudah. Yuk.”
                Yudhis menyalakan motornya, lalu menyodorkan helm full face padaku. Segera kupakai itu dan naik ke boncengan motornya.
                Ternyata ia mengajakku ke sebuah gerai es krim di daerah Malioboro.
                “Yudhis? Masa kita mau makan lagi?” tanyaku berbisik pelan.
                Yudhistira hanya tertawa, “Cobalah es krim di sini, sangat enak. Hitung-hitung makanan penutup.”
                Aku hanya ber-oooh pelan.
                “Selamat malam Mas kursi untuk berapa orang?” sapa pelayan cantik yang ramah itu.
                “2 orang. Bisa minta tempat yang agak privasi?”
                “Silakan Mas, mari saya antar.”
                Di ruang privasi ini sangat sepi. Tidak ada orang lain selain kami. Setelah kami menyebutkan pesanan masing-masing, pelayan ramah tadi meninggalkan kami.
                Aku merasa risih dengan ruangan ini, “Yud, ada apa sih?”
                “Aku turut berduka cita atas kematian Om Yosef dan Tante Sara.”
                “Well, yah..” aku sulit mengatakan apa-apa. Mengingat kematian orangtuaku membuatku sedih.
                “Mereka dibunuh bukan?”
                “Apa sih yang mau kau bicarakan? Kau terus saja berbicara tentang orangtuaku!” aku mulai emosi dengan pembicaraan ini.
                Pembicaraan kami terpotong dengan datangnya pesanan kami.
                “Ini Mas pesanannya.”
                Yudhis tersenyum, dan pelayan itu keluar.
Aku hanya memandangi pelayan itu pergi sambil memakan es krimku dengan penuh emosi. Yudhis yang melihat hal itu hanya tersenyum kecil, “Maaf aku berbicara tentang orangtuamu, tapi kurasa kau harus tentang sesuatu.”
                Tangaku berhenti menyuap es krim, mataku membesar tanda penasaran. “Apa?”
                “Lihatlah foto-foto ini.” Kata Yudhis sembari menyodorkan seamplop kecil penuh foto.
                Foto Sevierre!
                “Sevierre?” tanyaku hati-hati.
                “Ya. dan kau tahu siapa laki-laki di sebelahnya?”
                Aku menggeleng.
                “Dia Tamabe Alfaroughi.” Jawab Yudhis.
                “Siapa itu?” tanyaku sambil mengerutkan kening.
                “Pendiri Alice.” Jawab Yudhis kalem.
               
                Aku tersedak. Kuteguk air mineral di sebelahku. Yudhis masih menatapku dengan tatapan kalemnya.
                “Alice… Bukankah Alice itu salah satu sindikat pembunuh bayaran?” tanyaku masih tak percaya.
                “Tepat. Dan kakakmu, sepupuku, adalah salah satu anggotanya. Dia dikenal dengan nama Ayesha, pembunuh bayaran yang buron saat ini.”
                Aku terdiam. Masih berusaha mencerna apa yang terjadi.
                “Kau jangan mengada-ngada! Kakakku tidak mungkin pembunuh! Kakakku bukan buronan seperti Ayesha!” aku emosi mendengar perkataan Yudhistira barusan.
                “Aku tidak mengada-ngada. Aku tahu dia anggota Alice sejak kematian orang tuamu. Aku bahkan kaget bahwa dia dikenal sebagai Ayesha di kelompoknya. Kakakmu adalah pembunuh bayaran yang paling dicari dunia.”
                Aku hanya diam. Melihat aku tidak bereaksi, Yudhistira melanjutkan omongannya.
                “Aku juga tahu alasanmu cuti kuliah karena ingin mencari kakakmu.”
                Aku merasakan mataku menghangat, “Apa buktinya Sevierre adalah anggota Alice?”
                Yudhistira mendengus, ia mengambil sebuah foto dari hadapanku, “Kau lihat tengkuk Sevierre? Tato mawar warna merah. Dan ini—“ ia mengambil lagi satu foto dari hadapanku, “Pergelangan tangan Tamabe, tato mawar warna merah juga. Tato mawar merah adalah ciri anggota Alice!”
                Aku masih berusaha mencerna semua penjelasan Yudhistira. Es krim hazelnut dengan sedikit rum dan crispy di hadapanku tidak terasa manis lagi.


                Sevierre… Ayesha?
               

Untitled #4

(sebelumnya bisa diliat di http://historylifeofoxygen.blogspot.com/2011/02/untitled-3.html , aku nge post ini atas permintaan temen hahah --)



                Aku terbangun dengan mata berkunang-kunang. Di mana ini? Gelap, bau apek. Dalam kegelapan, samar-samar kulihat secarik kertas. Aku memungutnya, sebisa mungkin kubaca apa isi kertas itu. Kata per kata, mulutku menganga ketika membacanya.
                Clavel, dear
                Aku mengerti kau pasti terkejut ketika kau bangun. Kau tidak tahu di mana kau berada kan?
Tenanglah, aku tidak akan menyakitimu. Saat kau membaca ini, aku sudah dalam perjalanan menjauh darimu, menjauh dari semua kenangan yang dulu kau dan aku lakukan.
Maaf aku menyekapmu,aku terpaksa. Maaf aku tidak bisa memberikan jawabannya.
P.S : Kunci di bawah keset, selamat tinggal Cleve J

aku mengenali tulisan ini. Familiar, tidak asing. Sebuah surat yang selalu membubuhkan pesan singkat di bawahnya. Aku tahu siapa si penulis.
Sevierre.

Samar-samar aku melihat keset berwarna coklat terang. Aku merangkak mendekati benda itu. Kuintip bawahnya, ada sebuah kartu. Apa itu kuncinya? Kulihat pintu diatasku, kuncinya memakai kartu. Kunci yang pakai kartu? Apa aku disekap di hotel? Langsung  kumasukkan kartu itu ke tempatnya. Terbuka!
Kucari sakelar, ketemu. Kutekan saklar itu dan cahaya mulai menyelimuti ruangan ini.
Tuhan, aku disekap di sebuah kamar hotel.
Badanku menggigil, aku takut, aku menjerit sekeras-kerasnya dan keluar dari kamar itu.


London, April 2009..
Kejadian 2 bulan lalu masih menghantui pikiranku.
Aku terduduk di kamarku, kuputuskan akan memulai pencarianku. Mencari Sevierre. Aku menginginkan jawaban semua kejadian aneh ini. Aku cuti dari kuliah dan memutuskan untuk mencari Sevierre di Indonesia.  Aku terdiam merenungkan semua kejadian ini. Sebenarnya apa yang terjadi? Orangtuaku meninggal. Sevierre menjadi aneh. Ck, ada apa ini?
Aku memandangi tiket pesawat yang kupegang.

Apa ini keputusan yang tepat?


Yogyakarta, 19 April 2009

“Nduk, kok tumben pulang ke sini?” Tanya Mbah Suro. Beliau adalah kakekku yang sangat dekat denganku dan Sevierre saat kami kecil.
Ndak opo-opo, Mbah, aku cuma kangen sama Jogja, wong udah berapa taun aku ndak kesini.” Jawabku dengan bahasa Jawa yang sekedarnya.
Mbahku tertawa. “Nduk, nduk, logat Jawamu sudah hilang ternyata. Kelamaan di barat kamu nduk. Sudahlah, sudah makan?”
Aku tersenyum kecil, “Belum Mbah, aku mau tidur aja, aku ngantuk, boleh kan Mbah?”
“Oh ya sudah, itu kamarmu masih sama di tempat yang dulu kok.”
“Matur nuwun Mbah..”

Aku segera melangkahkan kaki menuju kamarku yang dulu.
Kamar itu masih sama, kasurnya, pintunya, baunya. Lemari jati yang berpelitur dan di cat emas itu masih terlihat kokoh dan kuat. Aku masih ingat, lemari ini sering kupakai sebagai tempat persembunyianku saat kecil jika aku bermain petak umpet bersama Sevierre.
Tidak terasa sebutir air bening menetes dari mataku.
Mengingat tentang masa kecil membuatku sakit.


Aku merindukan kakakku.

Minggu, 10 April 2011

Terkotor --> Terbersih \m/

Hei hei sudah sekian lama ga ada yang posting, akhirnya hati saya tergerak untuk posting kembali. (elaah bahasanya)
Biasa sih, sekarang anak2nya udah pada punya blog masing2, jadinya blog ini terbengkalai deh *uhukuhuk* sedihnyaa (¬_¬")

Udah deh, langsung ke topik nih.
Waktu tanggal berapaaa gitu lupa, pokonya seminggu yang lalu, Oxy dapet gelar sebagai KELAS TERKOTOR ! haha keren banget deh pokonya pas waktu itu. Anak2nya langsung pada jingkrak sambil teriak2 ga jelas gitu deh pokonya. Pas selesai upacaranya juga, kita tuh heboh banget karena dapet itu bendera. Emang sebenernya gelar itu tuh bukan untuk dibangga-bangga kan sih, tapi ya emang dasar anak2nya gitu, autis. hahahah v._.
bahkan tuh si sang ketua osis malah dengan bangganya ngebawa2 itu bendera keliling sekolah. gila kan? ya emang itu lah kami.

tapi tapi tapi, ga selamanya kita bangga nerima gelar itu. lama2 kita juga jadi pada malu sendiri, soalnya selain diledekin temen2 dari kelas lain, juga dapet tegoran dari beberapa guru yang masuk kelas. (wuu pada gatau nilai seni sih) hahahah
Dan akhirnya, hati kami kembali terketuk untuk merenovasi kelas. karena kebetulan pelajaran kosong (gurunya abok --) jadi yang piket pada disuruh sapu2 gitu sama si mami (tau siapa kan? hehe)
tapi lama kelamaan, kita sekelas jadi pada kerja bakti gitu buat ngerenovasi kelas. katanya sih, kita pengen nunjukin kalo minggu depan kita pasti bakal dapet gelar kelas terbersih :P hahah liat aja nanti !
Mulai dari bagi2 tugas buat nyuci gorden, beresin bangku, sampe akhirnya ngerenovasi bagian belakang kelas. jadi lokernya tuh agak dimajuin buat nyimpen sapu (niatnya) tapi karena ada 2 lemari di kelas, jadi kita ibaratin loker sebelah kanan kelas jadi dapur, sedangkan yang sebelah kirinya jadi tempat buat menyendiri gitu bagi siswa yang membutuhkan. hehe
Udah beres semua, tinggal anak2 yang pada berdoa biar doanya dikabulin ~

Singkat cerita, sampailah pada minggu ke 4 (harusnya sih cuma seminggu, tapi gara2 banyak acara, jadi pengumuman berikutnya di minggu ke 4 --) kita pada nunggu2 tuh pengumuman. pengen tau, hasil kerja keras kita berhasil apa ngga. dan akhirnya sampailah pengumuman itu. Dan ternyata... doa kita semua dikabulin ! usaha kita semuanya membuahkan hasil yg bener2 memuaskan! oxygen akhirnya dapet juga gelar KELAS TERBERSIH ! HAHAHAH waw haha awalnya sih emang kita pada teriak2 seneng gitu. tapi setelah pengumuman selesai, kita jadi biasa lagi. serasa ga ada apapun yang terjadi aja. semuanya berjalan normal.
pas di kelas juga, itu bendera ngegoler aja gitu di depan kelas, di meja guru. ga ada yang mainin, ga ada yang bawa keliling, gada yang ngebangga-banggain.
aneh kan?
haha emang sungguh aneh banget ! aku sendiri aja gangerti kenapa bisa kaya gitu. bukan cuma aku deng, tapi semuanya juga berpikiran sama sama aku (ciee sehati) hahaha

tapi, walaupun gitu, kita tetep ngerasa bangga ko. bangga banget, karena usaha kita itu ga sia-sia.
Jadinya, kita dapet pelajaran dari ini semua,


" Semuanya akan berhasil apabila kita berusaha dengan sungguh2 dan tak lupa diiringi dengan doa "




*maaf yah kalo isinya ga nyambung, kepotong2 sih nulisnya -.-