Minggu, 24 April 2011

Untitled #4

(sebelumnya bisa diliat di http://historylifeofoxygen.blogspot.com/2011/02/untitled-3.html , aku nge post ini atas permintaan temen hahah --)



                Aku terbangun dengan mata berkunang-kunang. Di mana ini? Gelap, bau apek. Dalam kegelapan, samar-samar kulihat secarik kertas. Aku memungutnya, sebisa mungkin kubaca apa isi kertas itu. Kata per kata, mulutku menganga ketika membacanya.
                Clavel, dear
                Aku mengerti kau pasti terkejut ketika kau bangun. Kau tidak tahu di mana kau berada kan?
Tenanglah, aku tidak akan menyakitimu. Saat kau membaca ini, aku sudah dalam perjalanan menjauh darimu, menjauh dari semua kenangan yang dulu kau dan aku lakukan.
Maaf aku menyekapmu,aku terpaksa. Maaf aku tidak bisa memberikan jawabannya.
P.S : Kunci di bawah keset, selamat tinggal Cleve J

aku mengenali tulisan ini. Familiar, tidak asing. Sebuah surat yang selalu membubuhkan pesan singkat di bawahnya. Aku tahu siapa si penulis.
Sevierre.

Samar-samar aku melihat keset berwarna coklat terang. Aku merangkak mendekati benda itu. Kuintip bawahnya, ada sebuah kartu. Apa itu kuncinya? Kulihat pintu diatasku, kuncinya memakai kartu. Kunci yang pakai kartu? Apa aku disekap di hotel? Langsung  kumasukkan kartu itu ke tempatnya. Terbuka!
Kucari sakelar, ketemu. Kutekan saklar itu dan cahaya mulai menyelimuti ruangan ini.
Tuhan, aku disekap di sebuah kamar hotel.
Badanku menggigil, aku takut, aku menjerit sekeras-kerasnya dan keluar dari kamar itu.


London, April 2009..
Kejadian 2 bulan lalu masih menghantui pikiranku.
Aku terduduk di kamarku, kuputuskan akan memulai pencarianku. Mencari Sevierre. Aku menginginkan jawaban semua kejadian aneh ini. Aku cuti dari kuliah dan memutuskan untuk mencari Sevierre di Indonesia.  Aku terdiam merenungkan semua kejadian ini. Sebenarnya apa yang terjadi? Orangtuaku meninggal. Sevierre menjadi aneh. Ck, ada apa ini?
Aku memandangi tiket pesawat yang kupegang.

Apa ini keputusan yang tepat?


Yogyakarta, 19 April 2009

“Nduk, kok tumben pulang ke sini?” Tanya Mbah Suro. Beliau adalah kakekku yang sangat dekat denganku dan Sevierre saat kami kecil.
Ndak opo-opo, Mbah, aku cuma kangen sama Jogja, wong udah berapa taun aku ndak kesini.” Jawabku dengan bahasa Jawa yang sekedarnya.
Mbahku tertawa. “Nduk, nduk, logat Jawamu sudah hilang ternyata. Kelamaan di barat kamu nduk. Sudahlah, sudah makan?”
Aku tersenyum kecil, “Belum Mbah, aku mau tidur aja, aku ngantuk, boleh kan Mbah?”
“Oh ya sudah, itu kamarmu masih sama di tempat yang dulu kok.”
“Matur nuwun Mbah..”

Aku segera melangkahkan kaki menuju kamarku yang dulu.
Kamar itu masih sama, kasurnya, pintunya, baunya. Lemari jati yang berpelitur dan di cat emas itu masih terlihat kokoh dan kuat. Aku masih ingat, lemari ini sering kupakai sebagai tempat persembunyianku saat kecil jika aku bermain petak umpet bersama Sevierre.
Tidak terasa sebutir air bening menetes dari mataku.
Mengingat tentang masa kecil membuatku sakit.


Aku merindukan kakakku.

1 komentar: